Menyongsong Era Energi Alternatif dari Olahan Sampah - newsmetrontb

Friday, January 31, 2020

Menyongsong Era Energi Alternatif dari Olahan Sampah

Lombok Barat - Potensi bahan bakar alternatif dari olahan sampah kian memungkinkan. Rencananya, mesin pengolah sampah akan diproduksi masal oleh STIP Banyumulek untuk rumah tangga, bahkan industri. Hal itu terungkap saat kunjungan Gubernur Dr H Zulkieflimansyah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Kebon Kongok, Lombok Barat, Jumat (31/01).

“Dampaknya akan sangat besar. Mesin pengolah sampah yang bisa memproduksi pellet selain mendukung program Zero Waste secara signifikan setelah mesinnya diproduksi masal oleh STIP Banyumulek, masyarakat dan industri akan mendapatkan bahan baker alternative pengganti seperti gas dan batu bara yang ketersediannya makin sedikit dan mahal”, ujar Gubernur.

Gubernur mencontohkan, Pellet RDF (Refused Derived Fule) yang dihasilkan dari sampah ini bisa menjadi substitusi kayu untuk mengoperasikan oven tembakau petani sehingga tak lagi harus menebang pohon. Sampah bisa dikurangi, pohon dan hutan tetap lestari ucap Gubernur Untuk kebutuhan rumah tangga yang secara umum menggunakan kayu, arang dan gas elpiji, aplikasi pellet RDF ini sebagai bahan bakar juga sangat mudah dan tidak membutuhkan alat tambahan khusus dalam penggunaannya. Nantinya, mesin pencacah sampah dan pembuat pellet ini akan disumbangkan ke desa desa.

Proses pengolahan sampah ini juga terbilang sederhana dan mudah. Setelah dipilah, sampah yang sudah terpisah dari batu dan besi kemudian dilakukan proses peuyeumisasi atau proses penumpukkan dengan bioactivator selama tujuh hari untuk menghilangkan bau dan meningkatkan energi. Selanjutnya, sampah hasil “fermentasi” itu dimasukkan ke mesin pencacah dan hasilnya dipadatkan dan dicetak dalam mesin pencetak Pellet sehingga kehadiran mesin ini juga semakin memudahkan masyarakat untuk mengolah sampah di lingkungan mereka sendiri . Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar sendiri ataupun dijual ke PLN.

Meski masih dalam tahap uji coba, PLN NTB dalam skala besar merencanakan substitusi batu bara untuk operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang dengan pellet RDF.  Saat ini, sebagai campuran batubara (eco firing), bahan bakar pellet RDF selama ini didatangkan dari Klungkung Bali. Ke depan, kebutuhan pellet RDF akan mampu dipasok TPA Regional Kebon Kongok setelah adanya perjanjian kerjasama dengan PLN dalam mengolah sampah disana.

“Di Kebon Kongok ini, dengan mesin yang ada kita bisa menghasilkan 400 kilogram pellet dari satu ton sampah. Dengan tiga mesin  ini, PLN akan butuh 60 ton sampah untuk diolah setiap hari menjadi bahan bakar”, urai General Manager PT PLN Wilayah NTB, Rudi Purnomoloka. 

PLN sendiri seperti dikutip dari situs Indonesia Power, mitra kerja PLN, metode Co-firing ini  telah umum dilakukan oleh sejumlah PLTU batubara di Eropa dan Amerika. Di Indonesia sendiri teknologi ini masih jarang ditemui, padahal potensi adanya bahan bakar lain yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi batubara cukup melimpah, seperti sampah atau yang dikenal dengan konsep Waste to Energy (WTE).

Uji coba yang dilakukan Februari 2019 silam menunjukan hasil yang positif dimana sebagian besar parameter operasi dalam batas aman dan emisi gas buang yang didapat juga dalam batas normal, ini adalah yang pertama di Indonesia. Saat ini persentase pellet RDF yang digunakan sampai dengan 5% dari kebutuhan bahan bakar PLTU Jeranjang. Pellet RDF juga mengandung lebih sedikit sulfur jika dibandingkan dengan batubara. Oleh karena itu, co-firing batubara dan pelet berpotensi menurunkan emisi CO2, NOx dan SOx.

Saat ini PLTU energi batubara masih mendominasi bauran energi nasional, berdasarkan data kementrian ESDM, total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional adalah 60,78 GW tahun 2017 dengan persentase terbesar adalah PLTU berbahan bakar batubara yaitu sebesar 58.3%. Dengan demikian, untuk mengantisipasi menipisnya supply atau ketersediaan batu bara, pellet RDF diharapkan dapat mereduksi pemakaian bahan bakar batu bara.

Rudi menjelaskan, Kesepakatan Bersama antara Pemprov NTB dengan Perusahaan Listrik Nasional (PLN) Persero Unit Induk Wilayah (UIW) NTB, 22 Januari lalu tentang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Sampah menjadi Sumber Energi, dengan kapasitas sampah 500 kg per jam akan disesuaikan dengan spesifikasi yang digunakan PLN di PLTU Jeranjang secara bertahap. 


Berdasarkan data Dinas LHK NTB, produksi sampah di NTB setiap hari sebanyak 3.388,76 ton. Dari jumlah itu, baru 641,92 ton yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sedangkan sampah yang didaur ulang baru 51,21 ton setiap hari.

Produksi sampah masing-masing kabupaten/kota setiap hari di NTB. Kota Mataram produksi sampahnya sebesar 314,3 ton, Lombok Barat 469,56 ton, Lombok Utara 149,15 ton. Kemudian Lombok Tengah 645,73 ton, Lombok Timur 801,74 ton, Sumbawa Barat 92,39 ton, Sumbawa 311,85 ton, Dompu 164,27 ton, Bima 325,94 ton dan Kota Bima 113,83 ton.

Dari produksi sampah sebesar itu, sampah yang diangkut ke TPA di Kota Mataram sebanyak 283 ton tiap hari. Kemudian Lombok Barat 60 ton, Lombok Utara 21 ton, Lombok Tengah 12,25 ton, Lombok Timur 15,4 ton, Sumbawa Barat 28,7 ton, Sumbawa 115,97 ton, Dompu 39,6 ton, Bima 20 ton dan Kota Bima 46 ton. (jm)

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments